Balaikota Bandung...
Sebuah gedung yang bernuansakan Putih, yang berada di Jalan
Wastukancana. Gedung yang juga diapit oleh Jalan Aceh dan Jalan Merdeka
merupakan pusat berbagai kegiatan layanan, birokrasi, dan kegiatan warga kota
Bandung atau para pelancong yang sedang berkunjung. Balai kota juga
merupakan tempat bekerjanya wali kota dan sekretariat daerah Kota Bandung.
Bila Hari Libur menjelang, tempat ini berubah menjadi area
rekreasi keluarga. Semenjak pemerintahan Walikota Ridwan Kamil, beberapa lokasi
di area balaikota berubah menjadi area rekreasi sederhana untuk keluarga.
Namun, taukah readers, bahwa dahulu bangunan ini hanyalah sebuah gudang kopi?
di kutip dari https://www.ayobandung.com/read/2019/01/24/43797/mengenal-sejarah-balai-kota-bandung-yang-dulunya-gudang-kopi)
Menurut sejarawan senior Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra,
(yang pindahnya lokasi gedung Balai Kota ini terjadi
ketika Haminte (pemerintahan kotapraja pada masa pendudukan Belanda).
Sebelum menjadi balai kota, lahan di Wastukencana tersebut dimiliki oleh
Andries de Wilde, seorang tuan tanah priangan keturunan Belanda.
Lahan inilah yang digunakan sebagai gudang kopi
miliknya. Gudang kopi itu dibangun
tahun 1819 saat perkebunan kopi di Priangan berkembang pada abad ke-18. Gudang
kopi itu merupakan satu dari delapan gedung tembok baru di Bandung. Tahun 1923,
gudang itu diserahkan kepada Pemerintah kolonial Belanda.
Desain gedung ini dirancang oleh arsitek E.H. de Roo. Karena
gedung ini dibangun untuk menjadi kantor Wali Kota, sejumlah bangunan pendukung
lainnya seperti De Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia), katedral, dan
Gereja Bethel dibangun di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya
Kota Bandung, tahun 1935 balaikota diperluas dengan menambah bangunan baru di
belakangnya. EH de Roo masih menjadi arsiteknya. Ia merancang gedung baru ini
dengan gaya "art deco" sehingga berkesan lebih modern daripada gedung
lama. Bangunan baru ini dibangun menghadap Pieter Sijthoffpark yang kini
bernama Taman Dewi Sartika. Bentuk atapnya yang tampak datar menyebabkan gedung
ini pun disebut Gedung Papak.
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/08/16/fakta-unik-balai-kota-bandung-dari-bekas-gudang-kopi-hingga-cerita-di-balik |
Berbicara soal Andreas De Wilde,
beliau adalah seorang tuan tanah dan pernah menjadi Asisten Residen Priangan
pada tahun 1812. De Wilde menguasai tanah yang membentang dari Cimahi ke
Cibeusi (daerah Kabupaten Sumedang) dan dari Gunung Tangkubanparahu hingga ke
Jalan Raya Pos. Artinya, lebih dari setengah dari luas wilayah Kota Bandung
saat ini dulunya dikuasai oleh De Wilde. Berbekal pengalamannya sebagai petugas
pengawas perkebunan kopi di wilayah Garut, De Wilde menjadikan kopi sebagai
komoditas utama di perkebunannya. Selain perkebunan kopi, di atas lahannya ia
juga berternak sapi.
Kiprah Andreas De Wilde di
Hindia Belanda berakhir cukup tragis. Di era pemerintahan Gubernur Jenderal van
der Capellen, kepemilikan tanahnya dibatalkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda.
De Wilde akhirnya jatuh miskin dan memutuskan untuk kembali ke Belanda. Kepemilikan
tanahnya jatuh ke Pemerintah Hindia Belanda. Dari : https://komunitasaleut.com/2015/02/05/pelesir-ke-balai-kota-bandung/
http://bandoengers.blogspot.com/2010/02/pelopor-kelahiran-bandung.html |
Pada
tahun 1906 di bekas lahan gudang kopi, berdiri sebuah kantor bergaya VOC.
Bangunan ini termasuk salah satu bangunan tertua di Kota Bandung, namun
bangunan ini dirobohkan untuk pembangunan Gemeente Huis (Balai
Kota) di sisi selatan Atjehstraat (Jl. Aceh) yang dibangun pada tahun 1927. Kemudian
di tahun 1935, dibangun sebuah bagunan baru yang menghadap ke arah Pieter
Stijhoffpark. Bangunan ini sekarang kita kenal sebagai Kantor Walikota,
sedangkan bangunan yang menghadap ke Jl. Aceh kini menjadi bangunan berlantai
dua dan terakhir menjadi Kantor DPRD Kota Bandung sebelum akhirnya pindah ke
Jl. Sukabumi.
Sedangkan sebuah taman yang
berseberangan dengan Gementee Huis adalah sebuah taman yang awalnya
bernama Pieter Sitjhoffpark. Taman ini dibangun pada tahun 1885 untuk mengenang
jasa Pieter Sitjhoff, Asisten Residen Priangan yang berjasa besar bagi
pembangunan Kota Bandung. Sitjhoffpark, atau Pieterspark, dilintasi oleh Kanal
Ci Kapayang yang membelah taman di sisi selatan. Di tengah Pieterspark terdapat
sebuah gazebo yang dulu sering digunakan orkes musik
berpentas di dalamnya.
Selain dikenal dengan nama
Pieterspark atau Sitjhoffpark, taman ini juga dulu dikenal sebagai Kebon Raja.
Penamaan ini muncul karena para di seberang timur taman terdapat Kweekshcool (sekolah guru). Murid yang bersekolah
di sini kebanyakan adalah para menak, sehingga sekolah ini juga dikenal dengan
nama Sakola Raja. Di jam istirahat, para murid Sakola Raja sering berkumpul di Pieterspark dan
kemudian muncul lah penamaan Kebon Raja. Nama ini berubah lagi menjadi Taman
Merdeka di tahun 1950-an dan kembali berubah di tahun 1996 menjadi Taman Dewi
Sartika seiring penempatan patung dada Dewi Sartika di sisi barat daya taman.