Pasar Baru boleh dibilang pasar tertua di Kota Bandung yang masih berdiri sampai sekarang.
Sebelumnya, pasar baru yang masih ada saat ini sebetulnya merupakan relokasi pengganti pasar lama
di daerah Ciguriang (sekitar pertokoan Kings, atau Jalan Kepatihan sekarang)
yang terbakar akibat kerusuhan Munada pada tahun 1842. Dan di sekitar
kawasan Kepatihan memang masih dapat ditemukan ruas jalan kecil bernama
Ciguriang.
Pasar Ciguriang terbakar habis pada hari Jumat dinihari, 26 Desember 1845.
Akibatnya, selama puluhan tahun kota Bandung tidak memiliki pasar utama
sampai kemudian lahirnya pemerintahan kota yang dalam waktu cepat membangun
berbagai fasilitas umum, termasuk mendirikan sebuah pasar di sebelah
barat Alun alun Kota Bandung. Masyarakat menyebutnya Pasar Baru mengingat bahwa pasar tersebut merupakan pasar yang baru saja di bangun untuk warga kota.
Pasar Baru tahun 1880-an sumber : https://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/03/pasar-baru-bandung-1/ |
Peristiwa terbakarnya Pasar Ciguriang ternyata bukanlah peristiwa
kebakaran biasa. Di balik terbakarnya pasar tersebut tersimpan sebuah kisah persekongkolan dan
kejahatan yang melibatkan tokoh-tokoh penting dan terhormat di kota
Bandung saat itu. Tokoh yang paling terkenal di balik terbakarnya Pasar
Ciguriang, dikenal dengan nama Munada, dan siapakah itu munada?
Munada adalah seorang Cina-Islam dari Kudus yang tinggal di Cianjur.
Setelah pindah ke Bandung, dia mendapatkan kepercayaan dari Asisten
Residen saat itu, Nagel, untuk pengadaan alat transportasi kereta
angkutan.
Namun ternyata Munada berperangai buruk dan suka berfoya foya. Ia kemudian diketahui suka menyelewengkan
uang kepercayaan dari Nagel yang ia pergunakan untuk berfoya-foya, mabuk, dan main
perempuan. Hal ini membuat geram Nagel, hingga akhirnya dia dipenjarakan oleh Nagel. Akibatnya Munada
mendendam, dan tak pelak Munada pun sakit hati. Setelah
bebas, ia bersekongkol dengan Rd. Naranata, mantan jaksa Kabupaten
Bandung saat itu yang dipecat oleh Wiranatakusumah III dan Nagel, sang
asisten residen, akibat dianggap terlalu angkuh dan kasar. Mereka
menyusun strategi untuk membunuh Nagel, dan Pasar Ciguriang dipilih
sebagai lokasi aksi mereka.
Sekitar tanggal 24-25 November 1945,
Pasar Ciguriang dibakar guna memancing kedatangan Nagel. Benar saja,
tak lama setelah kebakaran terjadi, Nagel datang bersama bupati.
Ditengah suasana panik dan hiruk pikuk akibat kebakaran, Munada yang
membaur di dalam keramaian tersebut menghunuskan pisau ke dada
Nagel hingga terluka parah. Nagel pun tersungkur dan meninggal keesokan harinya dan Munada pun berhasil kabur
dari tengah keramaian.
Dampak dari aksi Munada dan Rd. Naranata
sudah bisa ditebak, Pasar Ciguriang kemudian rata dengan tanah. Dalam
jangka waktu yang cukup lama Bandung tidak memiliki pasar induk, dan
kemudian kegiatan perdagangan dialihkan ke pasar semi permanen yang
terletak di PangeranSumedangweg, yang kelak berubah nama menjadi Jalan Otto Iskandardinata. (Sebagaimana dikutip dari tulisan milik M. Ryzki Wiryawan)
Akibat dari kejadian tersebut para pedagang tercerai berai dikarenakan tidak memiliki tempat khusus untuk berjualan. Untuk menampung para pedagang yang tercerai-berai serta aktivitas pasar
yang tidak teratur, maka pada tahun 1884 lokasi penampungan baru mulai
dibuka di sisi barat kawasan Pecinan. Kawasan inilah yang kemudian hari
dikenal sebagai kawasan Pasar Baru.Pada masa ini sebetulnya sudah ada beberapa usaha perdagangan yang
tersebar di sekitar Pasar Baru. Sebagian dari generasi penerus pertokoan
ini masih melanjutkan usaha dagang kakek-buyutnya sampai sekarang.
Beberapa nama pengusaha terkenal dari masa lalu itu sekarang terabadikan
menjadi nama-nama jalan di sekitaran Pasar Baru (H. Basar, Ence Ajis,
H. Durasid, H. Pahruroji, Soeniaradja, dll.
Pasar baru denga view Toko ABC yang legendaris |
Pada tahun 1906 barulah didirikan bangunan baru yang semi permanen. Pada
bangunan baru ini, jajaran pertokoan berada di bagian paling depan dan
di belakangnya diisi oleh los-los pedagang. Bangunan ini kemudian
dikembangkan pada tahun 1926 dengan dibangunnya kompleks pasar permanen
yang lebih luas dan teratur. Pada bangunan baru ini terdapat dua buah
pos yang mengapit jalan masuk menuju kompleks Pasar Baru. Selain sebagai
gerbang masuk, kedua pos ini dipergunakan juga sebagai Kantor Pengelola
Pasar dan Pos Jaga Polisi. Atap limas pada kedua pos ini sangat unik
karena memakai bahan lembaran karet semacam ebonit yang dipasang secara
diagonal dan hanya digunakan untuk menara pasar. Sayangnya ciri khas
menara dan bahan atap itu sudah tidak bisa lagi ditemukan di Bandung
akibat dari program peremajaan pasar kota Bandung pada tahun 1970an.
pintu Masuk pasar Baru tempo dulu sekitar tahun 1930 an |
Pasar Baru Bandung menjadi kebanggaan warga kota karena meraih
predikat sebagai pasar terbersih dan paling teratur se-Hindia Belanda
pada tahun 1935. Perombakan yang dilakukan pada tahun 1970an membuat
bangunan pasar menjadi gedung modern bertingkat yang tidak menyisakan
lagi bentuk bangunan lamanya, walaupun konsep pasar tradisional masih
dapat dipertahankan. Setelah ini perombakan berikutnya dilakukan pada
tahun 2001 hingga menjadi bentuknya yang dapat kita lihat sekarang.
suasana Pasar baru bandung tempo dulu |
suasana Pasar baru bandung tempo dulu |
Selain kisah mengenai Munada ada banyak kisah menarik di balik Pasar Baru yang masih bisa
kita gali. Di antaranya adalah kisah para saudagar Bandung tempo dulu
yang tinggal dan menjalankan usaha dagangnya di kawasan ini. Mereka
adalah para saudagar yang berasal dari Sunda, Jawa, Palembang, bahkan
India dan Arab. Pada umumnya masyarakat menyebut para saudagar Pasar
Baru ini dengan sebutan “Orang Pasar”. Salah satu kelompok keluarga
besar para saudagar ini mengaku merupakan turunan dari istri ke-4
Pangeran Diponegoro yang dibuktikan dengan pohon silsilah yang masih
disimpan oleh salah satu keluarga.
sebuah bangunan yang masih menuliskan tahun pembangunan |
Di sekitar Pasar Baru juga masih tersebar banyak sisa bangunan lama yang
menjadi saksi perkembangan Pasar Baru. Kebanyakan bangunan berada dalam
kondisi kurang terawat walaupun masih dipakai oleh pemiliknya sebagai
rumah tinggal atau toko. Sebagian lainnya malah tampak sangat kumuh
seperti menunggu waktu untuk rubuh. Sedikit saja bangunan yang masih
terpelihara dengan baik. Bila jeli memperhatikan keadaan sekitar, kita
masih bisa menemukan banyak keunikan di kawasan ini seperti, tanda tahun
pendirian rumah, plakat nama pemilik rumah ataupun bentuk bangunan yang
menyiratkan keadaan masa lalunya. Beberapa tinggalan bangunan bahkan
memiliki gaya campuran antara kolonial, Tonghoa dan Islam.
toko babah kuya sekarang sumber https://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/03/pasar-baru-bandung-1/ |
Beberapa toko lainnya juga menyimpan sejarah panjang perkembangan Pasar
Baru. Seperti Toko Jamu Babah Kuya. Toko Jamu ini didirikan oleh Tan
Sioe How di Jl. Pasar Barat, tahun 1910 (ada kemungkinan juga lebih
awal, tahun 1800-an). Belakangan, salah satu keturunan Tan Sioe How
membuka toko lainnya dengan nama sama di dekatnya (Jl. Pasar Selatan).
Bersama-sama dengan dengan keluarga Achsan, Tan merupakan perintis usaha
perdagangan di kawasan yang kemudian hari menjadi Pasar Baru. Julukan
Babah Kuya didapatkan Tan dari piaraannya yaitu sejumlah kura-kura yang
sekarang ini terpajang di tembok ruang tokonya.
Transaksi yang terjadi di pasar baru tempo dulu |
Pasar baru setelah tersentuh Modernnisasi |
Sebagai tujuan wisata kuliner, Pasar Baru tak kurang menariknya. Salah
satu usaha yang sudah berlangsung cukup lama adalah Toko Cakue dan Bapia
Lie Tjay Tat (sekarang Toko Osin) yang kini berlokasi di Jalan Belakang
Pasar. Cakue Pasar Baru ini terkenal karena menggunakan resep
tradisional yang masih terus dipertahankan hingga sekarang. Ukuran
cakuenya besar-besar dengan rasa yang gurih dan renyah. Selain itu juga
tersedia Bubur Kacang Tanah yang unik. Jenis makanan istimewa yang
terakhir ini memang tidak terlalu mudah didapatkan di Kota Bandung. Ada
juga warung es goyobod dengan nama Goyobod Kuno 1949 di Jalan Pasar
Barat. Pengusaha goyobod ini merupakan salah satu keluarga perintis
usaha es goyobod di Bandung. Sebagian warga Bandung tentunya juga masih
mengingat gado-gado Bi Acim, sate gule Abah Odjie, atau Mie Kocok Subur.
Salah satu toko goyobod tua Sumber : https://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/03/pasar-baru-bandung-1/ |
Dan sekarang Pasar baru menjadi tempat yang sangat padat dan penuh dengan sesak. Berbagai macam barang banyak ditawarkan orang disana. Hebatnya tak hanya warga nusantara tapi juga warga negri jiran dari malaysia dan juga singapura berkunjung kesana. nah, sekarang semoga kita tak hanya berkunjung untuk berbelanja tetapi juga mengetahui akan sejarah yang tersimpan cukup panjang di Pasar Baru Bandung.
sumber :
https://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/14/cerita-munada1/#more-709
https://pasarbarubandung.wordpress.com/halaman-baru/sejarah-pasar-baru-bandung/
Data pribadi M. Ryzki Wiryawan
Sudasono Katam, Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis, (Bandung: 2006) halaman 479
https://aleut.wordpress.com/category/pasar-baru-bandung/
https://mooibandoeng.wordpress.com/2013/06/03/pasar-baru-bandung-1/
BANDUNG; Kilas Peristiwa di Mata Filatelis; Sebuah Wisata Sejarah. (Sudarsono Katam Kartodiwirio, 2006)
– Berbagai arsip artikel dari Harian Kompas dan Pikiran Rakyat.
– Berbagai wawancara dengan keluarga Pasar Baru
Catatan : Warung Goyobod Kuno 1949 saat ini sudah berpindah lokasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar