Ujung Berung merupakan salah satu kecamatan di Kota Bandung, tepatnya
sebelah timur. Kecamatan Ujung Berung mempunyai lima kelurahan yaitu
Pasirendah, Cigending, Pasirjati, Pasirwangi, pasanggrahan. Dulunya
Ujung Berung adalah satu wilayah yang sangat luas. Mengapa disebut Ujung
Berung ? bagaimana asal muasal nama Ujung Berung?.
Ada berbagai versi,
salah satu versi berdasarkan sejarah seorang tokoh bernama Dipati Ukur.
Konon saat masa pelariannya, Dipati ukur dan rombongannya kejar-kejaran
dengan tentara Mataram. Akhirnya sampai disuatu tempat di pinggiran
danau Bandung purba sebelah timur Bandung. Tempat itu ditumbuhi oleh
tanaman bambu yg sangat lebat, sehingga walupun sudah terkepung oelh
tentara mataram,rombongan Dipati Ukur dapat menyamarkan diri dan tidak
dapat ditemukan pengejarnya. Tempat itu bernama Bojong Awi. Bojong =
daerah tepian telaga. Awi = bambu. Peristiwa itu dianggap oleh bala
tentara Mataram sebagai Ujung-nya dari upaya pengejaran yang sangat
panjang dalam nga-Berung napsu (mengumbar nafsu) untuk menangkap sang Dipati. Maka wilayah tersebut disebut sebagai Ujung Berung.
Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa asal usul nama ujung berung yaitu tempat “ujung-na nga-berung nafsu”, merupakan akhir dari nafsu
untuk mewujudkan permintaan Dayang Sumbi sebagai syarat
pernikahan.(Wijaya, 2009: 25)
Tidak ada yang tahu dengan pasti
seberapa luas sebenarnya wilayah Ujungberung di awal perkembangannya.
Karena, diperkirakan wilayah Ujungberung sudah ada sejak pertengahan
abad ke 6, dan telah dijadikan batas wilayah antara Kerajaan Sunda dan
Kendan. Setelah Jalan Raya Pos, baru ada peta yang cukup
akurat mengenai batas-batas suatu wilayah di Priangan. Dimana dalam peta
tersebut tercantum bahwa batas wilayah Ujungberung paling barat adalah
Sungai Cibeureum (Cimahi), ke timur Sungai Cibeusi (Cileunyi), ke utara
rangkaian gunung, dari G. Tangkubanparahu-Bukittunggul-hingga
Manglayang, ke selatan berbatasan dengan Sungai Citarum.
Bila
kita perkirakan, luas wilayah Ujungberung pada saat itu kira-kira
43.000 ha lebih dan Kota Bandung yang statusnya masih kampung pada saat itu berada
di tengah-tengahnya, atau + 1/6 luas wilayah Kabupaten Bandung. Wilayah tersebut beribukota di Ujungberung (Cipaganti sekarang). Pada
waktu itu, berdasarkan letak geografis wilayah, Pemerintah Hindia
Belanda, membagi wilayah Ujungberung menjadi 2 bagian. Sebelah utara
Jalan Raya Pos, yang terdiri dari pegunungan, disebut Oedjoengbroeng Kaler. Sedangkan, sebelah selatan Jalan Raya Pos, merupakan rawa raksasa Gegerhanjuang, disebut Oedjoengbroeng Kidoel.
Setelah Raffles memperkenalkan sistem pemerintahan distrik, wilayah
Ujungberung pun terbagi menjadi 2 distrik (dimana Kabupaten Bandung
waktu itu terbagi menjadi 16 distrik), yakni District Oedjoengbroeng Koelon dengan District Oedjoengbroeng Wetan, dengan batas S. Cibeunying. Ibukota Distrik Ujungberung Kulon 'diganti' menjadi Cipaganti, sedangkan Distrik Ujungberung Wetan beribukota di Ujungberung
(di Nyublek, sekitar belokan Cikadut arah ke Sukamiskin). Baru
menjelang pertengahan abad ke -19, ibukota Distrik Ujungberung Wetan
dipindahkan ke sekitar Alun-alun Ujungberung sekarang.
Hingga akhir abad ke-19, nama Ujungberung terpampang jelas di peta-peta
lama yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ini dikarenakan,
Ujungberung telah menjadi salah satu wilayah pusat pengembangan
perkebunan kopi dan kina di wilayah Priangan. Tentunya, menjadi tambang
emas bagi pemerintah kolonial.
Setelah abad ke-20, peran Ujungberung
mulai berkurang, dan nama Ujungberung mulai meredup pada peta-peta yang
dibuat oleh pemerintah kolonial. Ada beberapa penyebab, diantaranya :1. Pemerintah Hindia Belanda lebih memunculkan nama Gemeente Bandung sehubungan dengan usaha pengembangan kota oleh pemerintah kolonial dengan dikeluarkannya bertutur-turut Staatsblad 1901, No 327-1 September 1901, Staatsblad 1906, No 121 - 21 Pebruari 1906, Staatsblad 1913, No 60 - 7 Mei 1913, Staatsblad
1929, No 258 - 5 Januari 1929, tentang pemekaran wilayah Bandung.
Maka, dengan itu menghapus nama Distrik Ujungberung Kulon dalam peta,
karena sebagian wilayahnya masuk ke dalam wilayah Kotapraja Bandung.
2. Selesainya pembangunan jalur kereta api Batavia-Surabaya, yang tidak
melewati pusat pemerintahan Ujungberung, sehingga di beberapa peta lebih
memunculkan nama Cicalengka sesudah Bandung, sebagai jalur kereta api
ke arah timur. Karena, di kedua tempat tersebut terdapat stasiun kereta
penumpang. Sedangkan, di wilayah Ujungberung hanya sebuah stasiun
pemberhentian sementara untuk mengangkut hasil perkebunan (kina dan
kopi) dari wilayah utara perbukitan Ujungberung.
3. Hampir tidak adanya pejabat pribumi atau pun bangsa Belanda yang
menetap di pusat pemerintahan Ujungberung. Sesudah masa tugas habis,
mereka pun meninggalkan Ujungberung. Keluarga pejabat pribumi yang ada
dan menetap hingga kini hanya setingkat wedana, yakni keluarga R.
Raksamanggala yang menjabat sebagai Wedana Ujungberung Wetan pada
pertengahan abad ke -19. Bandingkan dengan Cicalengka. Di tempat
tersebut, sampai saat ini tinggal beberapa keluarga terkemuka di Bandung
saat itu. Termasuk beberapa keluarga Patih Bandung. Bahkan, R.
Raksamanggala sendiri sebelum menjabat Wedana Ujungberung Wetan, pernah
tinggal di Cicalengka. Sehingga akan mudah mencari arsip tentang
Cicalengka dibanding Ujungberung hingga saat ini.
Pengkerdilan Ujungberung pun berlanjut setelah masa kemerdekaan, dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan (bisluit) Wali Negara Pasunan 1949,
dengan menggeser batas wilayah Ujungberung dari Sungai Cibeunying ke
Sungai Padasuka. Lepas pertengahan tahun 60-an, batas wilayah
Ujungberungpun bergeser kembali hingga Jamaras-Cikadut.
Klimaknya terjadi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah no 16 tahun
1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya daerah Tk II Bandung
dengan Kabupaten Daerah Tk II Bandung. Maka, lenyaplah Ujungberung
sebagai sebuah wilayah, menjadi sebuah kota kecamatan yang masuk ke
dalam wilayah Kotamadya Bandung. Lewat Peraturan Pemerintah Kota Bandung
tahun 2006, kini wilayah Kecamatan Ujungberung semakin menyempit lagi
dengan hanya memiliki 5 kelurahan (Cigending, Pasirendah, Pasirwangi,
Pasirjati, dan Pasanggrahan) saja.
Sungguh ironis, dari sebuah wilayah yang sempat menyita banyak perhatian
di awal perkembangannya (dimana Kota Bandung berada di dalamnya),
Ujungberung kini berubah menjadi sebuah kota kecamatan yang berada di
wilayah Kota Bandung. Berbanding terbalik, dimana Kota Bandung dari
hanya sebuah kampung kecil (sejak ditemukan oleh Julien da Silva tahun
1641), menjadi sebuah wilayah yang sangat luas; mencakup Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat (yang sebagian wilayahnya
dulu adalah wilayah Distrik Ujungberung Kulon).
Wilayah Ujung Berung tempo dulu hingga kini kita mengenal
nama-nama daerah yang berhubungan dengan air (Cai atau Ci) seperti
Cicadas, Cicaheum, Cikadut, Cicukang, Cinambo, Cibiru, Cipadung,
Cileunyi. Ciri lainnya nama-nama daerah berhubungan dengan rawa (ranca)
seperti Rancabolang, Rancakasumba, Rancaekek, dan Rancanumpang. Sebelah
utara jalan pos nama-nama wilayah Ujung Berung menggunakan nama pasir
(bukit) seperti Pasirjati, Pasirkunci, Pasirtengah, dan Pasirangin.
Khusus daerah yang berada diantara dua bukit disebut legok (cekungan)
seperti Legokhayam, Legoknyenang, dan Legokbadak. Namun ada daerah utara
jalan pos yang menggunakan nama Ci yang dulunya kemungkinan sumber mata
air atau dilalui aliran sungai seperti : Cigending, Ciseupan, Cijambe,
Cipanjalu, Cigagak. Jadi Cikal bakal kehidupan masyarakat Kota dan
Kabupaten bandung salah satunya adalah Ujung Berung.
sumber :
http://www.pksbandungkota.com/2014/08/mapay-bandung-asal-mula-nama-ujung.html
Ujung Berung Serambi Timur Bandung, Anto S. Widjaya
http://ujungberungq-ta.blogspot.com/2012/01/ujungberung-riwayatmu-doeloe-dari.html