Akhir akhir ini warga bandung di buat terkagum kagum oleh salah satu buah tangan Bapak Walikota bandung saat ini yaitu Bapak Ridwan Kamil yang berhasil menyulap taman alun alun dan masjid agung yang tadinya biasa saja menjadi sebuah aren berkumpul yang nyaman.
Siapapun akan sepakat bahwa lapangan alun alun menjadi sebuah euforia para warga yang sudah rindu akan tempat terbuka hijau di kota Bandung. Berdampingan dengan lapangan alun alun Bandung berdiri pula bangunan megah yang menjadi salah satu ikon di kota Bandung. Masjid yang bersejarah yang telah menyaksikan perjalanan panjang kota bandung berdiri dengan megah nan indah tepat diseberang lapangan alun alun Bandung. Ia telah menjadi saksi bisu akan apa yang terjadi dalam riak gelombang sebuah kota.
Masjid Raya Bandung provinsi jawa Barat, dulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa
Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak didirikannya,
Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19,
kemudian lima kali pada abad 20 sampai akhirnya direnovasi lagi pada
tahun 2001 sampai sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang
diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini,
yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak
khas Sunda.
Kemegahan Masjid Agung Bandung waktu itu sampai-sampai di-abadikan dalam
lukisan pelukis Inggris bernama W Spreat pada tahun 1852. Dari lukisan
tersebut, terlihat atap limas besar bersusun tiga tinggi menjulang dan
mayarakat menyebutnya dengan sebutan bale nyungcung
Masjid Raya Bandung Jawa Barat sebelumnya bernama Masjid Agung didirikan pertama kali pada tahun 1812.
Masjid Agung Bandung dibangun bersamaan dengan dipindahkannya pusat
kota Bandung dari Krapyak, sekitar sepuluh kilometer selatan kota
Bandung ke pusat kota sekarang. Masjid ini pada awalnya dibangun dengan
bentuk bangunan panggung tradisional yang sederhana, bertiang kayu,
berdinding anyaman bambu, beratap rumbia dan dilengkapi sebuah kolam
besar sebagai tempat mengambil air wudhlu. Air kolam ini berfungsi juga
sebagai sumber air untuk memadamkan kebakaran yang terjadi di daerah
Alun-Alun Bandung pada tahun 1825.
Setahun setelah kebakaran, pada tahun 1826
dilakukan perombakkan terhadap bangunan masjid dengan mengganti dinding
bilik bambu serta atapnya dengan bahan dari kayu. Perombakan dilakukan
lagi tahun 1850 seiring pembangunan Jalan Groote Postweg (kini
Jalan Asia Afrika). Masjid kecil tersebut mengalami perombakkan dan
perluasan atas instruksi Bupati R.A Wiranatakusumah IV atap masjid
diganti dengan genteng sedangkan didingnya diganti dengan tembok
batu-bata. Seiring perkembangan zaman, masyarakat Bandung menjadikan masjid ini
sebagai pusat kegiatan keagamaan yang melibatkan banyak umat seperti
pengajian, perayaan Muludan, Rajaban atau peringatan hari besar Islam
lain bahkan digunakan sebagai tempat dilangsungkan akad nikah. Sehingga
pada tahun 1900 untuk melengkapinya sejumlah perubahan pun dilakukan
seperti pembuatan mihrab dan pawestren (teras di samping kiri dan
kanan). Pada tahun 1930, kembaliperombakan dilakukan dengan membangun pendopo
sebagai teras masjid serta pembangunan dua buah menara pada kiri dan
kanan bangunan dengan puncak menara yang berbentuk persis seperti bentuk
atap masjid sehingga semakin mempercatik tampilan masjid. Konon bentuk
seperti ini merupakan bentuk terakhir Masjid Agung Bandung dengan
kekhasan atap berbentuk nyungcung.
Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung
Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI
pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total
diantaranya kubah dari sebelumnya berbentuk “nyungcung” menjadi kubah
persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang. Selain itu menara di kiri dan kanan masjid serta pawestren berikut
teras depan dibongkar sehingga ruangan masjid hanyalah sebuah ruangan
besar dengan halaman masjid yang sangat sempit. Keberadaan Masjid Agung
Bandung yang baru waktu itu digunakan untuk shalat para tamu peserta
Konferensi Asia Afrika.
Kubah berbentuk bawang rancangan Sukarno hanya bertahan sekitar 15
tahun. Setelah mengalami kerusakan akibat tertiup angin kencang dan
pernah diperbaiki pada tahun 1967, kemudian kubah bawang diganti dengan
bentuk bukan bawang lagi pada tahun 1970. Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat tahun 1973, Masjid Agung Bandung
mengalami perubahan besar-besaran lagi. Lantai masjid semakin diperluas
dan dibuat bertingkat. Terdapat ruang basement sebagai tempat wudlu,
lantai dasar tempat shalat utama dan kantor DKM serta lantai atas
difungsikan untuk mezanin yang berhubungan langsung dengan serambi luar.
Di depan masjid dibangun menara baru dengan ornamen logam berbentuk
bulat seperti bawang dan atap kubah masjid berbentuk Joglo.
Perubahan total terjadi lagi pada tahun 2001 merupakan bagian dari
rencana penataan ulang Alun-alun Bandung dalam perencanaan tersebut
penataan Masjid Agung dan alun alun merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan tanpa mengurangi arti alun alun sebagai ruang terbuka umum. Proses pembangunan Masjid Raya Bandung dimulai dengan peletakan batu
pertama prose pembangunan kembali pada tanggal 25 Februari 2001.
Keseluruhan proses pembangunannya memakan waktu selama 829 hari (2 tahun
99 hari) sejak peletakan batu pertama hingga diresmikan tanggal 4 Juni
2003 oleh Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana. Secar keseluruhan proses
pembangunan dan penataan ulang kawasan alun alun dan masjid Agung
Bandung dinyatakan selesai pada tanggal tanggal 13 Januari 2006.
Bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi
Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat serta menyandang predikat
sebagai masjid provinsi, namun masyarakat Bandung kebanyakan masih
menyebutnya sebagai Masjid Agung Bandung.
nah, itulah sedikit mengenai perjalanan panjang masjid agung Provinsi Jawa barat yang sering kita sebuk sebagai Masjid Agung Bandung. Semoga bisa menjadi referensi yang membantu para warga Bandung Khususnya untuk lebih mengenal Kotanya.
Sumber Referensi : http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Raya_Bandung
berbagai sumber