Selasa, 09 Juli 2019

Balai Kota Bandung, Kisah sebuah Gudang Kopi

Balaikota Bandung...

Sebuah gedung yang bernuansakan Putih, yang berada di Jalan Wastukancana. Gedung yang juga diapit oleh Jalan Aceh dan Jalan Merdeka merupakan pusat berbagai kegiatan layanan, birokrasi, dan kegiatan warga kota Bandung atau para pelancong yang sedang berkunjung. Balai kota juga merupakan tempat bekerjanya wali kota dan sekretariat daerah Kota Bandung.

Bila Hari Libur menjelang, tempat ini berubah menjadi area rekreasi keluarga. Semenjak pemerintahan Walikota Ridwan Kamil, beberapa lokasi di area balaikota berubah menjadi area rekreasi sederhana untuk keluarga. Namun, taukah readers, bahwa dahulu bangunan ini hanyalah sebuah gudang kopi?


Menurut sejarawan senior Prof. Dr. A. Sobana Hardjasaputra, (yang pindahnya lokasi gedung Balai Kota ini terjadi ketika Haminte (pemerintahan kotapraja pada masa pendudukan Belanda). Sebelum menjadi balai kota, lahan di Wastukencana tersebut dimiliki oleh Andries de Wilde, seorang tuan tanah priangan keturunan Belanda.

Lahan inilah yang digunakan sebagai gudang kopi miliknya. Gudang kopi itu dibangun tahun 1819 saat perkebunan kopi di Priangan berkembang pada abad ke-18. Gudang kopi itu merupakan satu dari delapan gedung tembok baru di Bandung. Tahun 1923, gudang itu diserahkan kepada Pemerintah kolonial Belanda.

Desain gedung ini dirancang oleh arsitek E.H. de Roo. Karena gedung ini dibangun untuk menjadi kantor Wali Kota, sejumlah bangunan pendukung lainnya seperti De Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia), katedral, dan Gereja Bethel dibangun di sekitarnya.

Seiring dengan berkembangnya Kota Bandung, tahun 1935 balaikota diperluas dengan menambah bangunan baru di belakangnya. EH de Roo masih menjadi arsiteknya. Ia merancang gedung baru ini dengan gaya "art deco" sehingga berkesan lebih modern daripada gedung lama. Bangunan baru ini dibangun menghadap Pieter Sijthoffpark yang kini bernama Taman Dewi Sartika. Bentuk atapnya yang tampak datar menyebabkan gedung ini pun disebut Gedung Papak.

https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/08/16/fakta-unik-balai-kota-bandung-dari-bekas-gudang-kopi-hingga-cerita-di-balik

Berbicara soal Andreas De Wilde, beliau adalah seorang tuan tanah dan pernah menjadi Asisten Residen Priangan pada tahun 1812. De Wilde menguasai tanah yang membentang dari Cimahi ke Cibeusi (daerah Kabupaten Sumedang) dan dari Gunung Tangkubanparahu hingga ke Jalan Raya Pos. Artinya, lebih dari setengah dari luas wilayah Kota Bandung saat ini dulunya dikuasai oleh De Wilde. Berbekal pengalamannya sebagai petugas pengawas perkebunan kopi di wilayah Garut, De Wilde menjadikan kopi sebagai komoditas utama di perkebunannya. Selain perkebunan kopi, di atas lahannya ia juga berternak sapi.
Kiprah Andreas De Wilde di Hindia Belanda berakhir cukup tragis. Di era pemerintahan Gubernur Jenderal van der Capellen, kepemilikan tanahnya dibatalkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda. De Wilde akhirnya jatuh miskin dan memutuskan untuk kembali ke Belanda. Kepemilikan tanahnya jatuh ke Pemerintah Hindia Belanda. Dari : https://komunitasaleut.com/2015/02/05/pelesir-ke-balai-kota-bandung/
http://bandoengers.blogspot.com/2010/02/pelopor-kelahiran-bandung.html

Pada tahun 1906 di bekas lahan gudang kopi, berdiri sebuah kantor bergaya VOC. Bangunan ini termasuk salah satu bangunan tertua di Kota Bandung, namun bangunan ini dirobohkan untuk pembangunan Gemeente Huis (Balai Kota) di sisi selatan Atjehstraat (Jl. Aceh) yang dibangun pada tahun 1927. Kemudian di tahun 1935, dibangun sebuah bagunan baru yang menghadap ke arah Pieter Stijhoffpark. Bangunan ini sekarang kita kenal sebagai Kantor Walikota, sedangkan bangunan yang menghadap ke Jl. Aceh kini menjadi bangunan berlantai dua dan terakhir menjadi Kantor DPRD Kota Bandung sebelum akhirnya pindah ke Jl. Sukabumi.

Sedangkan sebuah taman yang berseberangan dengan Gementee Huis adalah sebuah taman yang awalnya bernama Pieter Sitjhoffpark. Taman ini dibangun pada tahun 1885 untuk mengenang jasa Pieter Sitjhoff, Asisten Residen Priangan yang berjasa besar bagi pembangunan Kota Bandung. Sitjhoffpark, atau Pieterspark, dilintasi oleh Kanal Ci Kapayang yang membelah taman di sisi selatan. Di tengah Pieterspark terdapat sebuah gazebo yang dulu sering digunakan orkes musik berpentas di dalamnya.


Selain dikenal dengan nama Pieterspark atau Sitjhoffpark, taman ini juga dulu dikenal sebagai Kebon Raja. Penamaan ini muncul karena para di seberang timur taman terdapat Kweekshcool (sekolah guru). Murid yang bersekolah di sini kebanyakan adalah para menak, sehingga sekolah ini juga dikenal dengan nama Sakola Raja. Di jam istirahat, para murid Sakola Raja sering berkumpul di Pieterspark dan kemudian muncul lah penamaan Kebon Raja. Nama ini berubah lagi menjadi Taman Merdeka di tahun 1950-an dan kembali berubah di tahun 1996 menjadi Taman Dewi Sartika seiring penempatan patung dada Dewi Sartika di sisi barat daya taman.


Balai Kota Bandung, Kisah sebuah Gudang Kopi

Balaikota Bandung... Sebuah gedung yang bernuansakan Putih, yang berada di Jalan Wastukancana. Gedung yang juga diapit oleh Jalan Ace...